Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-14

Cerita Hayy bin Yaqzhan merupakan cerita simbolik. Bercerita tentang seseorang bayi diletakkan ibunya dalam suatu keranjang (kotak) serta dihanyutkan ke laut karena khawatir dengan kekejaman raja penguasa yang sangat sombong. Ombak laut membawa si balita ke tepi laut suatu pulau terpencil dari komunitas manusia serta tidak seseorang juga yang hidup di situ. Hingga, seekor rusa menciptakannya, kemudian menyusuinya serta mengambil alih tanggung jawab pembelajaran serta pemeliharaannya.

Hayy bin Yaqzhan hidup sendiri di pulau ini. Dia mencari-cari serta melihat-amati sekelilingnya. Dia menekuni seluruh suatu yang bisa menolong dalam kehidupan. Dia menekuni kemampuan pembuaan baju, metode bangunan, keahlian memanah, kemampuan memakai api, penuhi kebutuhan tiap hari dari komsumsi, mendistribusikan serta memproduksi buat penuhi kebutuhan tiap hari, sampai dia hingga pada pengetahuan tentang hakikat kebenaran, hakikat dirinya, tujuan hidupnya, serta hakikat tuhan- Nya.

Kepercayaan hendak terdapatnya Allah selaku kebenaran yang hakiki, mendorong Hayya buat berupaya berhubungan serta dekat dengan- Nya. Lewat pemikiran falsafi, dia mengenali hakikat- hakikat alam. Dia juga mendapatkan marifah hakiki dan kebahagiaan yang sejati. Buat menggapai iktikad tersebut, dia melatih diri dengan puasa sepanjang 40 hari dalam suatu gua. Dengan penuh intensitas( ber- mujahadat)erta keikhlasan, dia berupaya melepaskan dirinya dari dunia empiris malalui kontemplasi penuh dengan Allah. Kesimpulannya dia mendapatkan apa yang dia kehendaki, ialah ittihad (menunggal dengan Allah) ataupun ittishal( berhubungan langsung dengan Allah). Ittishal inilah kebahagiaan yang paling tinggi sebab bisa memandang Allah terus menerus.

Di dikala dia terletak dalam suasana serta pengalaman esoteris semacam itu, dia berjumpa dengan seseorang pria bernama Absal. Absal tiba dari sesuatu pulau yang tidak begitu jauh dari pulau tempat tinggal Hayy. Absal mengira kalau pula di mana Hayy terletak, tidak berpenghuni manusia, sehingga sesuai buat mengasingkan diri dari warga serta berupaya melaksanakan ketakwaan serta kesalehan.

Hayy tidak menguasai bahasa manusia. Sehabis Absal mengajarinya, keduanya berbicara secara mudah, silih menggambarkan pengalaman tiap- tiap dan silih bertukar benak. Absal memberitahu Hayy tentang konsep- konsep al- Qurani, yang berkenaan dengan Allah, malaikat- malaikat, nabi- nabi, hari akhirat serta lain-lain. Lewat data yang diperoleh dari Absalm Hayy menyadari kalau metode falsafi yang dia mempunyai sudah bawa dirinya ke tingkatan pengetahuan serta marifat yang sejalan dengan ajaran agama. Tidak hanya itu, dia pula ketahui kalau orang yang bawa keterangan- keterangan dengan perkataan yang benar itu merupakan rasul serta ia yakin kepadanya serta mengakui kerasulannya.

Hayy pula menarangkan pengalamannya dengan Allah kepada Absal, penjelasan ini menguatkan kepercayaan Absal tentang ajaran agama yang diterimanya serta bertemula ide serta wahyu( al- manqul wa al- maqul). Atas ajakan Hayy, Absal setuju berangkat berdua ke pulau di mana Absal tiba. Hayy bermaksud memberitahu dan mengarahkan marifah hakiki yang dia peroleh kepada penunggu pulau tersebut.

Pulau itu diperintah oleh seseorang raja yang bernama Salman, teman Absal. Salman menerima ajaran agama semacam yang di informasikan nabi, dengan kata lain Salman lebih tertarik pada makna lahir nash. Dia menggemari hidup di tengah masyarakat serta melarang rang lain buat hidup menyepi( Uzlah).

Sehabis Absal mengemukakan ilmu marifat hakiki yang dirasakan Hayy, penduduk pulau itu merima Hayy dengan penuh bersemangat. Tetapi, sehabis Hayy menarangkan pengetahuan serta pemikiran filsafatnya, nyatanya penduduk pulau mencemoohnya. Hayy menemukan pelajaran dari pengalamannya kalau orang awam tidak menguasai serta tidak sanggup menerima marifat sejati. Marifat cuma dapat dimengerti oleh orang- orang spesial, yang dalam agama sudah menggapai martabat lebih besar dibanding dengan orang awam. Orang awam tidak sanggup menjangkau konsep- konsep murni. Hayy juga menyadari kalau pergaulan bawa kerusakan untuk warga serta buat memperbaikinya sangat dibutuhkan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi. Sebab Nabilah yang sangat memahami jiwa manusia pada biasanya. Dia mohon maaf pada raja Salman serta warganya, serta mengakui kekeliruannya sendiri sebab memforsir mereka mencari arti yang tersembunyi dalam kitab Suci( al- Quran). Pesan perpisahannya yakni mereka wajib berpegang teguh kepada syarat hukum syariat yang sudah mereka yakini sepanjang ini. Kesimpulannya, Hayy serta Absal kembali ke pulau tempat Hayy berasal. Mereka mengisi sisa umurnya dengan beribadah seluruhnya kepada Allah, sampai memperoleh pencerahan ruhani.

Cerita Hayy bin Yaqzan di atas mau menampilkan gimana proses manusia mencari kebenaran, tujuan hidupnya serta hakikat tuhan- Nya. Ibnu Tufail berusaha mengafirmasi kalau manusia mempunyai kemampuan buat menggapai Tuhan. Dengan cara menggambarkan kehidupan menyendiri Hayy, Ibnu Tufail lagi menarangkan bahwa orang dengan kekuatan rasionalnya sendiri, terisolasi dari manusia lain serta tidak

dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan sosial, dapat hingga pada kesimpulan kalau kebahagiaan serta kesengsaraan manusia bergantung pada keakraban dan kejauhannya dari Tuhan. Dengan kata lain, cerita Hayy bin Yaqzan sejatinya ingin menguraikan kebenaran- kebenaran tertentu dalam kenyataan keagamaan tiap muslim dalam bermacam bidang, tercantum bidang ekonomi.

Dari perspektif ekonomi cerita Hayy bin Yaqzan ialah periode dalam pertumbuhan peradaban manusia dalam memahami ekonomi, dari sesi konsumsi alam dekat hingga ke sesi penciptaan dengan alat- alat yang terbuat sehabis berfikir panjang. Kasus ekonomi pula dipaparkan secara bertahap, dari kebutuhan yang simpel hingga ketahap menaruh bahan santapan( Saving) guna memudahkan keberlangsungan aktivitas ekonomi. Oleh sebab itu, cerita Hayy bin Yaqzan di satu sisi ialah cerita pencarian kebenaran hendak Tuhan supaya mendapatkan kebenaran hakiki, di sisi lain ialah contoh konkrit praktek berekonomi dari sesi yang sangat simpel hingga modern.

Dari cerita Hayy bin Yaqzan ini bisa dimengerti pula kalau tauhid merupakan landasan utama berekonomi manusia, dengan metode tiap manusia wajib mampu menguasai dengan baik serta benar kesatuan penciptaan- Nya, kesatuan tuntutan hidup serta kesatuan tujuan hidup. Konsep inilah yang setelah itu sanggup menghantarkan manusia dari homo economicus jadi homo islamicus dalam melaksanakan roda perekonomian. Dengan tauhid manusia mengerti kalau khalifah ialah tugas pokok dalam rangka mengelola serta mengendalikan alam semesta selaku amanah yang diberikan Allah SWT, sehingga dari mari manusia hendak sadar kalau hakikat kepemilikan benda- benda materiil di sekitarnya, cumalah berbentuk titipan sementara serta fana. Hingga manusia hendak bertanggung jawab dalam memegang amanah dengan tetap melindungi kelestarian serta penyeimbang alam.

Ada tiga tokoh penting dalam kisah Hayy bin Yaqzhan yang melambangkan tiga cara menjalani kehidupan manusia di dunia, yaitu sebagai berikut: Pertama, Hayy bin Yaqzhan melambangkan kehidupan seorang filosof (pemikir atau filosof sejati). Dia hidup hanya untuk memikirkan alam dan segala isinya, memikirkan dirinya sendiri, dan cepat atau lambat mulai percaya akan keberadaan Tuhan. Kedua, Absal melambangkan kehidupan orang yang religius. dia untuk hidup memikirkan wahyu sebagai kebenaran yang akan segera datang Keyakinan akan adanya Tuhan sebagai Pencipta alam semesta dan ketundukan serta ketaatan terhadap segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ketiga, Raja Salman dan rakyat. Melambangkan kehidupan kebanyakan orang di dunia. Mereka hidup penuh dengan pengaruh nafsu, mereka menginginkan kebahagiaan, kekayaan dan status. Keyakinan mereka kepada Tuhan datang hanya pada tahap akhir mengajar guru di lembaga, baik formal maupun informal, dan tidak melibatkan keyakinan yang kuat. Oleh karena itu hidup mereka penuh dengan nafsu dan dosa.

Personifikasi tokoh di roman Hayy ibn Yaqzhan:

  1. Hayy bin Yaqzhan, melambangkan hidup seorang filsuf (ahli fikir atau ahli filsafat sejati). Ia hidup hanya untu memikirkan alam dan segala isinya, memikirkan dirinya, dan lambat laun sampai kepada keyakinan adanya Tuhan.
  2. Absal, melambangkan hidup ahli agama. ia hidup untuk memikirkan wahyu sebagai kebenaran, lambat laun sampai kepada keyakinan adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta dan tunduk dan patuh terhadap segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. 
  3. Raja Salman dan Rakyat. Melambangkan hidup kebanyakan manusia di dunia. Mereka hidup diisi dengan pengaruh-pengaruh nafsu, ingin senang, kaya raya dan mendapatkan kedudukan. Keyakinan mereka terhadap Tuhan diperoleh dari pelajaran guru di lembaga-lembaga baik formal maupun non-formal pada tahap dhohirnya saja, tidak disertai dengan keyakinan yang kuat. Oleh karena itu, kehidupan mereka banyak bergelimang dengan nafsu dan dosa.

Resume Filsafat Islam Pertemuan ke-13

Ibnu Rusyd atau nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, merupakan keturunan Arab kelahiran Andalusia (Spanyol) pada tahun 526 H/1198 M. Berasal dari keluarga yang memilki kedudukan tinggi di Spanyol karena ayahnya Ahmad adalah seorang hakim di Kordoba, dan kakeknya terkenal sebagai seorang ahli fiqih yang menjabat sebagai Qadhi di Kordoba dan meninggalkan karya-karya ilmiah yang berpengaruh di Spanyol.

Ibnu Rusyd lebih tenar di kalangan orang Eropa daripada orang Timur, dikarenakan beberapa sebab. Pertama, karena tulisan-tulisannya yang banyak jumlahnya diterjemahkan kedalam bahasa Latin dan kemudian diedarkan serta dijaga, sedangkan teks aslinya dalam bahasa arab dibakar dan dilarang terbit karena mengandung semangat anti filsafat dan filosof. Kemudian yang kedua, Eropa lebih menerima ajaran filsafat dan metode ilmiah yang dianut Ibnu Rusyd, berbeda dengan orang Timur.

Pada bidang filsafat, Ibnu Rusyd belajar kepada Ibnu Bajjah, seorang filosof besar di Eropa sebelum Ibn Rusyd. Selain itu, ia juga berhubungan dengan dokter Abu Marwan bin Zuhr dan raja Dinasti Muwahhidun. Selain menjalin perhubungan yang akrab dengan Ibnu Zuhr, Ibn Rusyd juga mempunyai hubungan yang baik dengan kerajaan Islam Muwahidin terutama dengan amir ketiga khalifah Abu Yusuf Al-Mansyur. Hubungan dan kepercayaan tersebut, akhirnya Ibn Rusyd dilantik sebagai hakim di Sevilla pada tahun 1169. Dua tahun kemudian, beliau dilantik menjadi hakim di Cordova, kemudian dilantik sebagai dokter istana pada tahun 1182 M.

Tetapi banyak kalangan ulama yang tidak menyukai ajaran filsafat Ibnu Rusyd, dan bahkan ada sampai ada yang mengkafirkannya. Sekelompok ulama tersebut berusaha memfitnah bahwa Ibnu Rusyd menyebarkan ajaran filsafat yang menyimpang dari ajaran islam, Atas tuduhan tersebutlah maka kenapa orang-orang Timur membakar karya-karya asli Ibnu Rusyd.
Ibnu Rusyd wafat pada tangga 19 Shafar 595 H/10 Desember 1198 M, ia wafat dengan meninggalkan banyak warisan keilmuan yang dikenal Barat dan Timur. Kematiannya menjadikan kehilangan yang cukup besar bagi kerajaan dan umat Islam di Sepanyol. Beliau tidak meninggalkan sebarang harta benda melainkan ilmu dan tulisan dalam pelbagai bidang seperti falsafah, kedokteran, ilmu kalam, falak, fiqh, muzik, kaji bintang, tatabahasa, dan nahwu.

Pokok pikiran Ibnu Rusyd yang paling istimewa adalah yakni merekonsiliasikan antara agama (wahyu) dan filsafat (akal). Menurut Ibnu Rusyd, filsafat adalah mempelajari segala yang wujud (maujudat) dan merenungkan sebagai suatu bukti tentang adanya pencipta. Ia berpendapat bahwa segala yang ada di di alam semesta ini menunjukkan bahwa adanya pencipta. Kemudian, menurutnya antara filsafat dan agama tidak bertentangan, karena datang dari asal yang sama dan juga kebenaran tidaklah berlawanan dengan kebenaran tetapi saling memperkuat.

Menurut Ibnu Rusyd belajar filsafat dan berfilsafat itu tidak dilarang dalam agama islam, bahkan Al-Qur’an sendiri menghimbau agar umat islam untuk berfilsafat yakni selalu mencari tau dan berpikir kritis serta rasional.

Lalu Ibn Rusyd mangakui adanya kebebasan aksi dalam diri manusia. Ibnu Rusyd telah berhasil melakukan rasionalisasi terhadap permaslahan qadl dan qadr. Keimanan terhadap qadl dan qadr tidak akan melepas tanggung jawab manusia, juga tak akan menutup kekuasaan Tuhan atas makhluk-Nya. Setiap peerbuatan manusia, selain merupakan kehendak dirinya sendiri, bukan paksaan dari Tuhan. Perbuatan tersebut juga sangat bergantung pada ikatan yang ada diluar kehendaknya sendiri.

Kemudian pemikiran Ibnu Rusyd terkihat pula dari upayanya menyelesaikan permasalahan pertentangan antara agama dan filsafat melalui metode tawil (memberikan porsi seluar-luasnya kepada akal manusia untuk menyikapi semua permasalahan yang ada).

Karya-karya Ibnu Rusyd
Karya-karya Ibnu Rusyd dibedakan antara karya yang berdasarkan pemikiran Ibnu Rusyd sendiri dan karya yang merupakan komentar atas karya-karya orang lain terutama karya Aristoteles. Berikut karya-karya Ibnu Rusyd,
Karya Asli:

  1. Fasl al-Maqal fi ma Bayna al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittisal (Penjelasan mengenai Hubungan antara Filsafat dan Agama) dalam buku ini Ibnu Rusyd mencoba menjelaskan hubungan yang erat antara akal dan wahyu. Ibnu Rusyd menegaskan bahwa akal adalah teman seirig yang tidak saling bertentangan dengan wahyu. Buku ini juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan Latin.
  2. Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillah fi ‘Aqa’id al-Millah (Menyikap metode-metode demonstratif yang berhubungan dengan keyakinan pemeluk agama). Buku ini ditulis Ibnu Rusyd di Sevilla pada 1179/575 H.
  3. Mukhtasar al-Mustasyfa fi Usul al-Ghazali (Ringkasan atas kitab al-Mustashfa al-Ghazali). Buku ini masih tersimpan di Perpustakaan Escorial, Spanyol.
  4. At-Tahshil, berupa antologi pemikiran ilmuwan yang sensasional dan kontroversial, baik dari kalangan sahabat, tabi’in, maupun generasi sesudahnya. Dalam buku ini, Ibnu Rusyd menjustifikasi beberapa Mazhab yang ada, dan menjelaskan beberapa kemungkinan yang diperkirakan pemicu timbulnya konflik.
  5. Kitab Tahafut at-Tahafut (Kerancuan dari buku Kerancuan). Buku ini merupakan puncak kematangan pemikiran filsafat Ibnu Rusyd. Isi buku ini merupakan “serangan balasan” Ibnu Rusyd atas serangan Al- Ghazali Terhadap para filosof dalam bukunya Tahafut al Falasifah. Dalam buku ini Ibnu Rusyd membela filosof atas tuduhan Al-Ghazali dalam masalah-masalah filsafat.

Karya Ulasan:
Ibnu Rusyd tidak hanya mengulas karya-karya pemikiran Aristoteles, tetapi juga filosof-filosof Yunani Lainnya, seperti Galen dan
Porphyry. Sebagai karya tersebut masih berupa manuskrip yang tersimpan di beberapa Perpustakaan di Eropa. Di antara karya-
karya ulusannya yang masih bisa dilacak adalah:

  1. Kitab Al-Hayawan, 1169 M. (565 H). Komentar atas karya Aristoteles berjudul de anima.
  2. Kitab Al-Dharuri fi al-Manthiq, berupa intisari dari buku buku Aristoteles secara komprehensif.
  3. Kitab Talkhis Madkhal Furfur Iyus, (merupakan pengantar logika karya Prophiry). Manuskrip ini terdapat di Perpustakaan Leiden nomor 2073.
  4. Intisari dari Al-Ilahiyyat, komentar atas Karya Nicholas.
  5. Intisari kitab Ma Ba’da at-Thabi’ah, komentar pendek atas karya Aristoteles berjudul Metaphysica.
  6. Intisari kitab Al-Akhlaq li Aristoteles, komentar singkat karya Aristoteles berjudul Ethica Nicomachea.
  7. Intisari kitab SyarH Kitab Al-Burhan, 1170 (566 H). Komentar atas karya Aristoteles berjudul Demonstration.
  8. Intisari kitab Al-Sima’ ath-Thabi’i, Karya Aristoteles.
  9. Intisari kitab Al-Nafs, Karya Aristoteles.
  10. Intisari kitab Al-Asthaqisat, Karya Galen

Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-12

Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail Al-Qisy atau lebih dikenal sebagai Ibnu Thufail atau di kalangan orang Barat, Ibnu Thufail dikenal dengan panggilan Abubacer. Beliau lahir di Guandix dekat dengan Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M pada masa pemerintahan Abu Yusuf Al-Mansur dari Dinasti Muwahhidun. Ibnu Thufail menempuh pendidikan ilmu kedokteran dan filsafat di Seville dan Kordoba. Ketika dewasa, ia juga berguru kepada seorang ilmuwan besar yang menguasai berbagai keahlian yakni Ibnu Bajjah. Dengan menjadi murid dan bimbingan dari Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail berkembang menjadi seorang ilmuwan besar juga, selain itu ia juga menjadi seorang penulis, filsuf, novelis, dokter, dan ahli agama. Beliau berhasil menguasai ilmu pendidikan, ilmu hukum, dan juga terkenal sebagai filsuf muslim sekaligus politikus ulung paling penting setelah Ibnu Bajjah di dunia Barat.

Karirnya diawali dengan menjadi seorang ahli dalam bidang kedokteran, yang kemudian menjadi seorang dokter ternama. Hal itu membuatnya dikenal oleh banyak orang, sehingga ia pernah diangkat menjadi sekretaris oleh Gubernur Granada pada saat itu. Ketenaran Ibnu Thufail ini sampai ke Khalifah Abu Ya’kub Yusuf Al-Mansur dari Dinasti Muwahhidun yang kemudian mengangkat Ibnu Thufail menjadi dokter pribadi khalifah dari tahun 558 H sampai 580 H. Khalifah Abu Ya’kub dikenal sebagai seorang yang mencintai ilmu pengetahuan dan senang merangkul para ulama dan filsuf, Ibnu Thufail pun pernah menjabat menjadi menteri yang bertugas mencari sekaligus mendatangkan orang-orang terpelajar dan berilmu datang ke istana. Salah satunya ia pernah diminta untuk mengundang Ibnu Rusyd untuk membuat komentar dari kitab-kitab karya Aristoteles. Diriwayatkan dalam catatan Nasr dalam Leaman, mulai dari sinilah Ibnu Thufail menjadi guru langsung untuk Ibnu Rusyd. Kemudian pada sekitar tahun 578 H/1182 M, Ibnu Thufail mengundurkan diri sebagai dokter pribadi khalifah dikarenakan telah uzur. Lalu beliau meminta
langsung kepada Ibnu Rusyd untuk menggantikan kedudukan beliau. Beberapa tahun kemudian, Ibnu Thufail wafat dan di makamkan di Marakesh (Maroko). Kendati telah wafat, Ibnu Thufail tetap mendapatkan penghargaan dari Abu Ya’qub.

Karya-karya Ibnu Thufail
Disebutkan dari beberapa sumber bahwa Ibnu Thufail melahirkan banyak karya, namun hanya beberapa saja yang diketahui, Diantaranya yaitu Arjuzah fi at-Thib, Asrar Al-Hikmah Al-Masyriqiyyah (Rahasia-rahasia ketimuran) dan salah satu karya
beliau yang sangat populer yaitu buku Hayy bin Yaqzhan, buku ini merupakn buku roman filsafat tentang seorang manusia yang membangun akalnya sendirian. Dalam karya tersebut menunjukkan bahwa Ibnu Thufail memiliki pemikiran yang sama dengan Ibnu Bajjah, bahwa seharusnya manusia yang telah mencapai hakikat hidup tertinggi akan menjadi penyediri (mutawahhid) yang tidak terpengaruh oleh pemikiran orang lain yang masih terbelenggu oleh nalurinya. Terdapat ringkasan dari buku Hayy bin Yaqzhan yang diringkas oleh Nadhim al-Jisr dalam karyanya yang berjudul Qissat al-Iman, yang dimana ringkasan tersebut yakni:
1. Urut-uruatn tangga ma’rifat (pengetahuan) yang ditempuh oleh akal, dimulai dari objek-objek inderawi yang khusus sampai kepada pikiran-pikiran universal.
2. Tanpa pengajaran dan petunjuk, akal manusia bisa mengetahui wujud Tuhan, yaitu dengan melalui tanda-tandanya pada Makhluk-Nya, dan menegakkan dalil-dalil atas wujud-Nya itu.
3. Akal manusia ini kadang-kadang mengalami ketumpulan dan ketidakmampuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu ketika hendak menggambarkan keazalian mutlak, ketidakakhiran, zaman, qadim, huduts (baru), dan hal-hal lain yang sejenis dengan itu.
4. Baik akal menguatkan qadim-nya alam atau kebaharuannya namun, kelanjutan dari kepercayaan tersebut adalah satu, yaitu adanya Tuhan.
5. Manusia dengan akalnya mampu mengetahui dasar-dasar akhlak yang bersifat amali dan kemasyarakatan.
6. Apa yang diperintahkan oleh syariat islam dan apa yang diketahui oleh akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan dan keindahan dapat bertemu keduanya dalam satu titik tanpa diperselisihkan lagi.
7. Pokok dari semua hikmah ialah apa yang telah ditetapkan oleh syara’, yaitu mengarahkan pembicaraan kepada orang lain menurut kesanggupan akalnya, tanpa membuka kebenaran dan rahasia-rahasia filsafat kepada mereka. Selain itu, Ibnu Thufail juga memberikan kontribusi besar dalam bidang kedokteran. Beliau mencatat segala ulasan dan diskusi terutama tentang medis dengan
muridnya Ibnu Rusyd dalam bukunya yang berjudul Muraja’at wa Mabahits (Tinjauan dan Diskusi).

Pemikiran-pemikiran Filsafat Ibnu Thufail
A. Metafisika (Kertuhanan)
Ibnu Thufail memulai filsafatnya dengan filsafat ketuhanan. Dalam membuktikan adanya Tuhan, ia memiliki tiga argumen, yaitu:
1. Argumen Gerak, yaitu gerak alam menjadi bukti adanya Tuhan. Bagi orang yang meyakini bahwa gerak alam itu adalah baharu, berarti dari ketiadaan hingga alam itu ada yang dimana dari ketiadaan itu dibutuhkan sang pencipta yaitu Tuhan.
2. Argumen Materi, hal ini dikemukakan oleh Ibnu Thufail dalam kelompok fikiran yang terkait satu sama lain, yakni segala yang ada tersusun dari materi dan juga bentuk. Setiap materi membutuhkan bentuk, dan bentuk tidak akan bereksistensi tanpa adanya sang pencipta. Bagi yang meyakini bahwa alam itu Qadim, pencipta berfungsi mengeksistensikan wujud dari suatu bentuk ke bentuk yang lain. Sementara bagi yang meyakini bahwa alam itu baharu, pencipta berfungsi menciptakan dari ketiadaan menjadi ada.
3. Argumen Alghaiyyat dan Al-Inayat al ilahiya. Menurut Ibnu Thufail, bahwa segala yang ada di alam ini memiliki tujuan tertentu yang merupakan inayah dari Allah SWT. Ibnu Thufail berpegang teguh dengan argumen ini, karena sesuai dengan Al-Qur’an dan menolak bahwa alam diciptakan secara kebetulan.
B. Alam
Ibnu Thufail mempercayai bahwa alam itu baru, sekaligus qadim. Menurutnya alam diciptakan sejak azali, tanpa didahalui zaman. Alam tersebut baru karena ia membutuhkan dan bergantung kepada dzat pencipta yaitu Allah SWT.
C. Jiwa
Menurut Ibnu Thufail, Jiwa adalah mkhluk yang tertinggi martabatnya. Sebab manusia terdiri dari dua unsur, yakni jasad dan ruh (al-madat al ruh)
D. Epistimologi
Ibnu Thufail menyiratkan dalam kisah Hayy bin Yaqzhan, bahwa ma’rifat dimulai dari panca indera. Alam bersifat metafisis yang dapat diketahui dengan akal dan intuisi, dan ma’rifat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama dengan pemikiran (renungan) seperti yang dilakukan oleh para filosof muslim, dan yang kedua dengan cara tasawuf seperti yang dilakukan oleh kaum sufi.

Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-11

Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu Al-Sha’igh atau lebih dikenal sebagai Ibnu Bajjah merupakan filosof Muslim pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalus. Orang barat menyebutnya Avenpace, Avempace atau Aben Pace. Ibnu Bajjah dilahirkan di Saragosa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M.

Ibnu Bajjah juga seorang ilmuwan yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, fisika, musikus, dan matematika. Tetapi, sewaktu Kota Saragossa jatuh ke tangan Raja Alfonso I di Aragon pada tahun 512 H/1118 M. Ibnu Bajjah terpaksa pindah ke kota Seville via Valencia. Di kota ini, ia bekerja sebagai seorang dokter. Kemudian dari sini ia pindah ke Granada dan selanjutnya berangkat ke Afrika Utara, pusat kerajaan Dinasti Murabith Barbar.

Semasa hidupnya Ibnu Bajjah juga menghasilkan banyak karya tulis, karya tulisnya yang terpenting dalam bidang filsafat adalah:

  1. Kitab Tadbir al-Mutawahhid, ini adalah kitab yang paling populer dan penting dari seluruh karya tulisnya.
  2. Kitab al-Nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.
  3. Risalat al-Ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan Akal Fa’al.
  4. Risalat al-Wada’, risalah ini membahas Penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.

Beliau juga menyumbangkan beberapa pemikirannya yaitu:

1. Metafisika (Ketuhanan)

Menurut Ibnu Bajjah, segala yang ada (al-maujudat) terbagi dua yaitu yang bergerak dan tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas).

2. Filsafat

Ibnu Bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada karya-karya al-Farabi, tetapi jelas bahwa dia telah memberikan sejumlah besar tambahan dalam karya-karya itu. Ia mengagumi filsafat Aristoteles yang di atasnya dia membangun sistemnya sendiri. Ia berkata, untuk memahami metode spekulatif Aristoteles, penting untuk memahami lebih dulu filsafatnya secara benar. Itulah sebabnya Ibnu Bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas karya-karya Aristoteles.

3. Jiwa

Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai satu jiwa, jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa digerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah.

4. Materi dan Bentuk

Menurut Ibnu Bajjah, “Materi dapat bereksistensi tanpa harus ada bentuk (ash- shurat).” Pernyataan ini menolak asumsi bahwa “materi itu tidak bisa bereksistensi tanpa ada bentuk, sedangkan bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya, tanpa harus ada materi.”

5. Akal dan Ma’rifat (Pengetahuan)

Menurut Ibn Bajjah, akal merupakan bagian terpenting yang dimilliki oleh manusia. Ia berpendapat bahwa ma’rifat (pengetahuan) yang benar dapat diperoleh lewat akal. Akal ini merupakan satu-satunya sarana yang melaluinya kita mampu mencapai kemakmuran dan membangun kepribadian.

6. Akhlak

Secara ringkas Ibnu Bajjah membagi tujuan perbuatan manusia menjadi tiga tingkat, yaitu Tujuan jasmaniah, Tujuan rohaniah khusus, dan Tujuan rohaniah umum (rasio).

7. Manusia Penyendiri

Dalam menjelaskan manusia penyendiri ini, Ibnu Bajjah terlebih dahulu memaparkan pengertian tadbir al-mutawahhid). Tadbir, adalah bahasa Arab, mengandung pengertian yang banyak, namun pengertian yang diinginkan oleh Ibnu Bajjah ialah mengatur perbuatan- perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dengan kata lain, aturan yang sempurna. 

8. Politik

Pandangan politik Ibnu Bajjah dipengaruhi oleh pandangan politik Al-Farabi. Sebagaimana Al-Farabi, dalam buku Ara’ Ahl al-Madinat al- Fadhilat, ia (Ibnu Bajjah) juga membagi negara menjadi negara utama (al-Madinat al-Fadhilat) atau sempurna dan negara yang tidak sempurna, seperti negara jahilah, fasiqah, dan lainnya.

Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-10

Abu Hamid Muhammad Ibnu Al-Ghazali atau lebih dikenal sebagai Al-Ghazali lahir di Thusi (Iran) pada tahun 450 H (1058 M) dan wafat di tempat yang sama pada tahun 505 H (1111 M) pada usia 55 tahun. Memilki ayah yang merupakan seorang wira’i dan menekuni sufi, serta juga merupakan ahli tasawuf. Ketika ayahnya wafat, Al-Ghazali kemudian diasuh oleh sahabat dekat ayahnya yang juga merupakan ahli sufi. Kemudian dari orang tua asuhnya itulah Al-Ghazali belajar berbagai keilmuan, kemudian ia berpindah dan belajar dengan Imam Abi Nasar Al-Ismaili dan berpindah lagi belajar dengan Imam Dhiya al-Din al-Juwaini.

Al-Ghazali berpindah-pindah tempat untuk mencari suasana baru untuk mendalami pengetahuan dan mengajarkan pengetahuannya. Hampir dari setengah usianya dihabiskan untuk mendalami pengetahuan dan mengajarkannya. Ia juga mendapat anugrah sebagai guru besar di perguruan tinggi Nizamiyah yang dilantik langsung oleh perdana menteri Nizam al-Muluk. Selain aktif dalam mengaja, ia juga sangat produktif dalam menuliskan pemikirannya menjadi kitab-kitab yang berisi ilmu kalam, tafsir Al-Qur’an, ushul fiqih, tasawuf, mantiq, fiqih, filsafat, dan lainnya. Sehingga banyak tokoh dunia terpukau oleh Al-Ghazali melalui karya-karyanya dan ajaran sufistiknya.

Beberapa karya Al-Ghazali yang monumental yaitu diantaranya:

  1. Ihyal Ulum al-Din (Menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Disiplin ilmu diantaranya, fiqih, tasawuf, dan filsafat).
  2. Maqashid al-Falasifat (Tujuan-tujuan para filosof) berisi tiga pokok bahasan persoalan filsafat yunani yakni logika, matematika, dan fisika.
  3. Tahafut al-falasifah (Kerancuan pemikiran para filosof)
  4. Al-Munqidz min al-Dhalal (Sang penyelamat dari kesesatan) karya ini merupakan autobiografi yang memuat perkembangan intelektual dan spiritual pribadinya.
  5. Karya lain dalam bidang filsafat, logika, dan ilmu kalam antara lain: Mi’yar al-Ilmi (Standar Ilmu), al-Iqtashad fi-I’tiqad (moderasi dalam berkeyakinan), Mahku a-nadhar fi a;-manthiq ( uji pemikiran dalam ilmu manthiq).

Al-Ghazali memberikan klasifikasi filosof sekaligus memberikan penilaian kepada mereka. Pertama, yaitu pengikut ateisme (al-Dahriyyun). Kelompok ini merupakan golongan filosof yang mengingkari Tuhan yang mengatur alam dan menentang keberadan-Nya. Mereka mempunyai pemikiran bahwa alam telah ada dengan sendirinya tanpa campur tangan Tuhan. Menurut al-Ghazali, mereka merupakan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan.

Kedua, pengikut paham naturalisme, yaitu mereka yang merupakan golongan filosof yang setelah sekian lama meneliti keajaiban hewan dan tumbuh-tumbuhan dan menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Tuhan, akhirnya mereka mengakui keberadaan Tuah. Mereka berkeyakinan bahwa orang yang telah tiada ruhnya tidak akan bisa kembali. Selain itu mereka juga menentang adanya akhirat, surga, neraka, hari kiamat dan hisab.

Ketiga, yaitu penganut filsafat ketuhanan. Mereka adalah golongan filosof yang percaya kepada Tuhan. Kelomok ini pada garis besarnya membantah dua kelompok pertama. Al-Ghazali lebih lanjut menyatakan bahwa Aristoteles pada fase berikutnya menolak dan menyanggah dengan tegas pandangan Plato dan Socrates beserta pendahulunya yang mengikuti filsafat ketuhanan sehingga ia keluar dari ruang lingkup mereka.

Dalam Tahafut al-Falasifah, al-Ghazali memandang para filosof telah melakukan kerancuan, setidaknya ada 20 masalah yang menyebabkan para filosof ini menjadi ahli ahl al-bid’at dan kafir. Dari 20 persoalan ini, al-Ghazali menegaskan bahwa para      filosof menjadi kafir karena tiga masalah, yaitu:

  1. Para filosof berpendapat bahwa alam itu qadim (tidak mempunyai permulaan), sebab qadimnya Tuhan atas alam sama halnya dengan qadimnya illat atas ma’lulnya (ada sebab akbiat), yakni dari zat dan tingkatan, juga dari segi zaman. Menurut al-Ghazali yang qadim (tidak mempunyai permulaan) hanyalah Tuhan semata. Maka, selain Tuhan haruslah baru (hadits).
  2. Pendapat para filosof yang menyatakan bahwa Tuhan tidak mungkin mengetahui hal-hal yang bersifat partikular. Menurut al-Ghazali para filosof Muslim itu mempunyai pemahaman bahwa Allah hanya mengetahui zat-Nya sendiri (juz’iyat) dengan alasan alam ini selalu terjadi perubahan-perubahan, jika Allah mengetahui rincian perubahan tersebut, hal itu akan membawa perubahan pada zat-Nya.
  3. Penolakan filosof terhadap kebangkitan jasmani dan moralitas jiwa individu. Para filosof muslim sebelum al-Gahazali berpandangan bahwa yang akan dibangkitkan dari alam kubur menuju akhirat nanti adalah rohani semata, sedangkan jasmani akan hancur lebur.

Filsafat Al-Ghazali mencangkup tentang Metafisika, dimana al-Ghazali sebagaimana pengikut Al-Asy’ariyah menselaraskan akal dengan naql. Ia berpendapat bahwa akal harus dipergunakan sebagai penopang. Namun, al-Ghazali menghentikan akal pada batas-batas tertentu, dan hanya naql lah yang bisa melewati batas-batas tersebut.

Kemudian wujud dan sifat Allah, Al-Ghazali menjelaskan bahwa Allah adalah satu-satunya sebab bagi alam. Allah menciptakan alam dengan kehendak dan kekuasaan-Nya, karena Allah adalah sebab bagi segala yang ada. Sedangkan tentang wujud Alah, AL-Ghazali tidak jauh berbeda dengan pendapat para filosof paripetik lainnya bahwa Tuhan merupakan prima kausa (penyebab pertama). Allah adalah Esa tak terbilang sama sekali menyamai makhluk-makhluk-Nya, kekal dan tak akan fana.

lalu yang terakhir yaitu hukum sebab akibat. Al-Ghazali mengungkapkan bahwa alam dunia itu berasal dari iradah (kehendak) Allah semata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya, sebagaimana yang diyakini oleh filosof islam sebelumnya. Menurut al-Ghazali, hubungan antara sebab dan akibat tidak bersifat dharuri (kepastian), dalam pengertian keduanya tidak merupakan hubungan yang mesti berlaku, tetapi keduanya masing-masing memiliki individualitasnya sendiri. Sebagai contoh, antara makan dan kenyang tidak terdapat hubungan yang bersifat keniscayaan. Artinya, orang makan tidak niscaya merasa kenyang Karena makan tidak mesti menyebabkan orang kenyang, begitu pula kertas tidak mesti terbakar meski terkena api.

Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-9

Ikhwan As-Shafa adalah organisasi yang bersifat laten (bersembunyi). Kelompok ini mempunyai identitas sebagai kelompok rahasia yang beranggotakan para limuwan yang memiliki pemikiran yang bercorak keagamaan, politik, dan filosofis. Ikhwan As-Shafa ini terbentuk dikarenakan adanya para ilmuwan yang mempertahankan semangatnya dalam berfilsafat khususnya dalam pemikiran rasional pada umumnya. Ikhwan As-Shafa memiliki tujuan yaitu membantu masyarakat menuju jalan kebahagiaan yang diridhoi Allah SWT. Menurut mereka, syariat ini telah ternodai oleh bermacam-macam kejahilian dan dilumuri berbagai ragam kesesatan.

Karya Ikhwan As-Shafa
1. 14 Risalah Matematika = Terdiri dari ilmu seputar geometri, astronomi, musik, geografi, seni, model dan logika.
2. 10 Risalah ilmu jiwa = meliputi metafisika mahzab, pytagoranisme, dan kebangkitan alam.
3. 17 Risalah Fisika & ilmu alam = meliputi geneologi, mineralogi, botani, hidup dan matinya alam, senang dan sakitnya alam, keterbatasan manusia dan kemampuan kesadaran.
4. 11 Risalah Ketuhanan = meliputi kepercayaan dan keyakinan hubungan alam dengan tuhan, kenabian, keadaanya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasan tuhan.

Sistem dan Teori-teori
1. Pengetahuan Matematika = Bagi Mereka angka-angka Itu mempunyai arti spekulatif yangdapat dijadikan dalil atau wujud sesuatu Oleh sebab ilmu hitung merupakan ilmu yang palingmulia dibandingkan ilmu empirik karena tergolong ilmu ketuhanan.
2. Pengetahuan logika = Terdiri dari 12 naskah yang meliputi Fisika, Mineralogi, botani, alam kehidupan, alam kematian, batas-batas kemampuan Pemahaman manusia
3. Pengetahuan ilahiah atau Metafisika = Ikhwan As-Shafa melandasi pemikirannya pada angka-angka/ bilangan. Menurut mereka, pengetahuan tentangangka membawa pada pengakuan tentang keesaan Allah karena apabila angka satu rusak, maka rusaklah semua angka.
4. Pengetahuan Syariat = yakni pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu, sedangkan yang paling mulia sesudahnya adalah pengetahuan filsafat, yang tidak diperoleh dari wahyu tapi pemikiran yang mendalam. Ilmu tentang agama dan ketuhanan terdiri 11 naskah yang meliputi ; keimanan, upacara ritual, aturan hubungan manusia dengan tuhan, upacara- upacara Ikhwan As-Shafa, ramalan dan keadaan mereka, entitas, dan spiritual tindakan.

Teori Pengetahuan
Ikhwan al-shafa cukup tertarik pada epistemologi atau teori pengetahuan. Pengetahuan umum diperoleh dengan tiga cara, yaitu :
• Dengan Pancaindera, dan ini merupakan cara yang paling alami dan lumrah. Namun dengan indera kita hanya dapat memperoleh (Pengetahuan) tentang Perubahan- perubahan yang mudah ditangkap oleh indra kita dan yang kita ketahui hanyalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang dan waktu.
• Dengan akal prima atau dengan berfikir murni. Tetapi berfikir ini harus dibantu indera untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini biasanya digunakan untuk konsep berfikir tentang ketuhanan. Cara lain yang erat kaitanya mengenai ini dengan cara pembuktian yang dilakukan oleh para ahli dialektika mahir.
• Melalui inisiasi. Ini merupakan cara yang paling erat kaitanya dengan doktrin esoteris Ikhwan Al-Shafa. Dengan cara ini seseorang mendapatkan pengetahuan secara langsung dari guru dalam pengertian seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya.

Filsafat Ikhwan Al-Shafa
Menurut mereka, aktivitas Filsafat merupakan upaya menyerupai tuhan karena tuhan tidaklah mengatakan, kecuali yang benar dan tidak melakukan kecuali kebaikan. Menurt Pemikiran Filsafat ini dibagi 3 tingkatan yaitu :
1. Permulaan, yaitu mencintai pengetahuan
2. Taraf pertengahan, yaitu mengetahui level hakikat manusia dari segala aspek
3. Taraf akhir, yaitu melakukan sesuatu yang sesuai dengan pengetahuan seperti berbicara dan beramal.

• Filsafat Jiwa
Menurut Ikhwan As-Shafa, penciptaan alam oleh tuhan menggunakan cara emanasi, yaitu Tuhan memancarkan akal universal atau akal aktif. Jika universal memancarkan materi pertama, yaitu bentuk dan jiwa dan dari materi pertama muncul tabiat- tabiat yang menyatu dengan jiwa. Akal universal menggerakan materi pertama sehingga mengambil bentuk yang memiliki dimensi panjang, lebar dan tinggi. Setelah itu, muncul bentuk tubuh yang mutlak yang tersusun alam falak/Iangit dan unsur empat (tanah,air,udara dan api). Karena pergerakan langit yang memutar, terjadi percampuran unsur empat sehingga muncul mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Di alam langit yang lebih dahulu muncul adalah wujud yang lebih mulia, jika di bumi yang paling akhir muncul adalah yang paling mula. Bila diurutkan kemunculan wujud itu dari pertama Sampai akhir adalah : Tuhan, Akal universal, materi pertama dan bentuk, tabiat, tubuh mutlak, falak/langit, unsur yang empat, dan yang dilahirkan dari unsur empat seperti benda- benda mineral, tumbuhan, binatang, manusia.

• Filsafat Angka
Ikhwan memegang “Keyakinan pyhtagorean bahwa sifat dasar hal halyang diciptakan adalah sesuai dengan sifat dasar bilangan” dan menyatakan “inilah mahzab Pemikiran Ikhwan kami”. Secara khusus kaum Ikhwan Al-Shafa mengkhususkan angka empat, mereka menaruh perhatian misalnya : pada empat musim, empatangin, empat arah mata angin, dan empat unsur empodoclean. Terdapat empat dasar sifat dan empat jenis cairan dalam diri manusia.

• Filsafat Agama

Ikhwan al-shafa merasa kurang puas terhadap agama-agama yang ada. Namun mereka menekankan untuk setiap orang memilikisatu agama. menurut mereka menganut agama tidak sempurna lebih baik dari padamenjadi kafir. Ikhwan Al-Shafa memandang agama islam sebagai agama terbaik, agama yang paling baik dan sempurna dari segala agama

Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-8

Pertemuan kali ini membahas tentang seorang filsuf barat yaitu Abuli al-khazim Ahmad bin Yakub Bin Miskawaih atau sebutan namanya yang masyur adalah Miskawaih, Ibnu Miskawaih. Beliau merupakan seorang filosof muslim yang berfokus pada etika Islam. Ia terkenal sebagai seorang sejarahwan, tabib, ilmuan, dan sastrawan. Miskawaih memiliki gelar Al-Kazin karena ia sebagai bendaharawan yang cakap dan terampil pada masa pemerintahan ‘Adhud Al-Daulah. Ibnu Miskawaih lebih terkenal dalam bidang filsafat dibandingkan Ilmu yang lain, karyanya yang paling terkenal adalah tentang Pendidikan dan akhlak. 

Dalam hidupnya Ibnu Miskawaih menghasilkan banyak karya yang tentunya tidak lepas dari kepentingan pendidikan akhlak, karyanya antara lain adalah:

1. Tajarih Al-Umam 

2. Ta’qub Al-Himam 

3. Thabarat Al-Nafs 

4. Adab Al-‘Arab wa Al-Fisr 

5. Al-Fawz Al-Aghsar fi ushul Al-Dinayat 

6. Al-Fawz Al-Akbar 

7. Kitab Al-Siasat 

8. Mukhtar Al-Asy’ar 

9. Nadim Al-Farid 

10. Nuzhat Namah ‘Alaiy 

Konsep Pemikiran Ibnu Miskawaih

1. Konsep Manusia

Menurut Ibnu Miskawaih, dalam diri manusia terdapat tiga kekuatan, yaitu kekuatan nafsu (paling rendah), kekuatan berani (menengah), dan kekuatan berpikir (paling tinggi). 

2. Konsep Jiwa

Menurut Ibnu Miskawaih, jiwa adalah sebuah inti yang sangat halus dan jauhar rohani yang kekal, tidak hancur dengan sebab hancurnya kematian jasmani. Ia tidak dapat dirasakan indera manusia dan hanya mengetahui dirinya sendiri. Jiwa berbeda dengan tubuh dalam hal sifat dan bentuk jiwa tidak bisa berganti dan tidak berubah. 

3. Konsep Akhlak

Menurut Ibnu Miskawaih, kelakuan adalah kondisi jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa menempuh pertimbangan kelicikan terlebih dahulu. 

Watak itu telah tersedia yang bersifat alami dan yang diperoleh menempuh kebiasaan atau latihan. Kedua watak tersebut hakekatnya tidak alami, meskipun kita lahir dengan membawa watak masing-masing, watak bisa diusahakan melalui pendidikan dan pengajaran. 

4. Konsep Ketuhanan

Menurut Ibnu Miskawaih, dalam hal ketuhanan, yaitu zat yang tidak berjisim, Azali, dan pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak ada yang setara dengan-Nya. Tuhan ada tanpa diadakan atau dengan sendiri-Nya. Ada-Nya tidak bergantung pada yang lain. 

5. Konsep Kenabian

Pada masalah kenabian, Ibnu Miskawaih tidak memiliki perbedaan pendapst dengan Al-Farabi dalam selisih antara perbedaan nabi dengan filsuf, sekaligus untuk memperkuat hubungan akal dengan wahyu. 

Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-7

Abu Bakar Muhammad bin Zakariya ar-Razi adalah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 sampai 930. Al-Razi mempelajari ilmu kedokteran karena mengalami cacat di mata akibat mencoba berbagai eksperimen saat menekuni ronde alkemi. Ia mempelajari ilmu kedokteran dari Ali Ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf Yahudi. 

FILSAFAT AR-RAZI

1. Jiwa, menurut Al-Razi, Jiwa meskipun asalnya hidup, tidak sabar dan dalam keadaan bodoh. oleh karena terpesona oleh materi, maka untuk dipersatukan dan untuk dianugerahkan bentuk yang memungkinkannya dapat menikmati kesenangan- kesenangan Jasmani. Karena ada perlawanan materi terhadap Kegiatan Jiwa yang sedang dalam pembentukan, maka Tuhan “bermurah hati” untuk membantu dan menciptakan dunia ini, dengan bentuk Materinya, agar jiwa dapat melampiaskan nafsu syahwatnya untuk menikmati bagian kesenangan- kesenangan materi untuk sementara waktu.

2. Moral, gagasan tentang moral beraset transmigrasi jiwanya, yangtertuang dalam. Karyanya philosophical way (jalan filsafat), terutama berkenaan dengan masalah penyembelihan hewan. Al-Razi merasa terganggu oleh penderitaan hewan, terutama yang diakibatkan perlakuan manusia.

3. Kenabian dan Agama, Al-Razi tidak percaya kepada nabi, sebab mereka dipandangnya hanya membawa kehancuran bagi manusia. Dalam hubungan kenabian dan agama, ia menegaskan bahwa Para nabi tidak berhak mengklaim bahwa mereka memiliki keistimewaan khusus, baik rasional maupun spiritual, karena semua manusia sama. Dalam pandangan ini pendapat Al -Razi sedikit kontradiktif. Agama baginya adalah warisan tradisional, dan mukjizat dianggap sebagai mitos agama yang dimaksud untuk menipu dan menyesatkan. 

FILSAFAT “LIMA KEKAL”  AL – RAZI

1. Allah Ta’ala
Allah bersifat sempurna. kehidupan berasal dariNya sebagaimana sinar datang dari matahari, Allah mempunyai kepandaian sempurna dan murni. Allah menciptakan sesuatu dan tidak ada yang bisa menandingi dan menolak kepadaNya.


2. Ruh
Allah menciptakan manusia guna menyadarkan ruhdan menunjukkan kepadanya, bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti hakiki. Melalui filsafat manusia dapat memperoleh dunia yang sebenarnya, dunia sejati atau hakiki.


3. Materi
kemutlakan menurut Al-Razi, materi pertama terdiri dari atom-atom, setiap atom mempunyai volume yangdapat dibentuk. apabila dunia ini dihancurkan, makaia akan terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari Kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan suatu yang berasal dari ketiadaan sesuatu. Dua bukti untuk memperkuat pendapat ini: Pertama, penciptaan adalah bukti dengan adanya sang Pencipta. Dan, Kedua, berlandaskan ketidakmungkinan pencipta dan Ketiadaan


4. Ruang
menurut Al-Razi, ruang adalah tempat keadaan materi. Materi mempunyai ruang yang Kekal. Ruang dibagi menjadi dua Yakni mutlak(universal) dan tertentu (relatif), ruang universal tidak terbatas dantidak tergantung kepada dunia dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Sedangkan ruang relatif sebaliknya.


5. Waktu
Waktu adalah subtansi yang mengalir, ia adalah Kekal. Al-Razi membagi waktu 2 macam yaknimutlakdan relatif (terbatas). Sedangkan gerak relatif adalah gerak lingkungan lingkungan, matahari, dan bintang gemintang.

Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-6

Abu Al-Ali Husein ibn Abdullah ibn Al-Hasan ibn Ali Ibnu Sina atau sering disebut dengan Ibnu Sina atau Avicenna oleh orang-orang di dunia barat. Beliau lahir pada bulan Safar di desa Afsana, pada tahun (370–428 H/980–1037 M).  Ibunya bernama Setareh yang berasal dari Bukhara, sedangkan ayahnya bernama Abbdullah merupakan seorang sarjana yang dihormati berasal dari Baklan (kini menjadi wilayah Afganistan).

Semasa remajanya Ibnu Sina sudah mempelajari ilmu kedokteran. Bukan teori saja yang dipelajari, tapi juga mempraktikannya dengan pergi ke desa-desa untuk mengobati orang-orang yang tidak mampu serta menjadi seorang guru. Ibnu Sina juga pernah membaca buku metafisika yang ditulis Aristoteles tapi mengalami kesulitan untuk memahaminya. Akhirnya ia menemukan buku Al-Farabi yang mengulas tulisan metafisika Aristoteles. Kemudian setelah ia memahaminya, ia menggabungkan pengetahuan ilmiahnya dengan pertanyaan filosofis, lalu dirincikan dalam studinya, yaitu “Al Qanun fil-Tibb” dan “Kitab Al Shifa) atau dalam bahasa asing judulnya bernama The Canon of Medicine dan Kitab Penyembuhan.

Terdapat banyak pemikiran Ibnu Sina dalam filsafat, yaitu adalah:

1. At-Tawfiq (Rekonsiliasi) “Antara Agama dan Filsafat”

Disini Ibnu Sina berusaha memadukan agama dengan filsafat. Menurutnya antara nabi dan filsuf menerima kebenaran dari sumber yang sama yakni malikat Jibril. Hanya saja cara memperolehnya yang berbeda. Nabi memperoleh kebenaran yang disebut wahyu melalui akal materil, dimana akal materil ini dayanya lebih kuat dari akal mustafad. Sedangkan filsuf memperoleh kebenaran yang disebut dengan ilham melalui akal mustafad.

Ibnu Sina juga menjelaskan pembagian manusia dibagi menjadi dua tingkatan yakni tingkatan awam dan terpelajar. Menurut pendapatnya kebenaran dalam bentuk wahyu diterima oleh orang awam dan kebenaran dalam bentuk filsafat diperoleh oleh orang yang terpelajar. Dalam pemikirannya tersebut Ibnu Sina mengharmoniskan antara filsafat dan agama dengan menggunakan metode takwil.

2. Ketuhanan

Dalam membuktikan tentang ketuhanan Ibnu sina hanya mengambil satu dalil yaitu dengan mengemukakan konsep “Wujudiyah” yang berarti “ada”.  Menurut Ibnu Sina, Tuhan adalah satu-satunya pengetahuan murni dan kebaikan murni, dan adanya sebagai ‘Wajibul Wujud” (tidak bisa tidak, Tuhan pasti ada).

3. Emanasi (Al-Faidh)

Filsafat ini adalah teori pancaran tentang penciptaan alam, yang mana alam ini maujud karena diciptakan oleh Yang Maha Esa. Filsafat emanasi Ibnu Sina tidak jauh berbeda dengan emanasi menurut Al-Farabi, bahwa dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua, dan langit pertama; demikian seterusnya, sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal kesepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada di bawah bulan. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah malaikat Jibril.

4. Jiwa (Al-Nafs)

Pemikiran Ibnu Sina adalah Jiwa merupakan wujud rohani yang berada dalam tubuh. Wujud rohani yang tidak berada dalam atau tidak langsung mengendalikan tubuh disebut akal. Akan tetapi, apabila mengendalikan secara langsung disebut jiwa. Badan bisa berubah-ubah secara fisik, tetapi jiwa ada sebelum badan itu ada dan berubah.

Selain pemikiran filsafat yang dihasilkan oleh Ibnu Sina, beliau juga menghasilkan banyak karya tulis. Karya tulis utamanya pada bidang filsafat adalah Asy-Syifa yang merupakan buku yang terbesar dan terpenting dari Ibnu Sina mencakup logika, fisika, matematika, dan filsafat (ketuhanan) filsafat. Kemudian buku selanjutnya adalah An-Najat yang merupakan ringkasan buku as-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama dengan buku Al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.

Rangkuman Catatan Filsafat Islam Pertemuan Ke-5

Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Auzalagh atau Al-Farabi, lahir pada tahun 258 H/870 M di Wasij, Distrik Farab, Turkistan. Ayahnya adalah seorang jenderal yang berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki. Dalam dunia intelektual Islam Al-Farabi mendapat kehormatan yaitu julukan al-Mu’alim Al-Sany (Guru Kedua).  Julukan tersebut didapatkan karena jasanya sebagai penafsir yang baik dari logika Aristoteles.

Ketika Al-Farabi berusia 40 tahun, beliau pergi ke Baghdad untuk mempelajari kaidah-kaidah bahasa Arab dan belajar logika serta filsafat. Beliau juga beguru kepada Yuhanna Ibnu Jailan di Harran. Tidak lama kemudian, beliau kembali ke Baghdad untuk memperdalam ilmu filsafat.  Al-Farabi juga membahas tujuh pembahasan di dalam karya filsafatnya. Berikut adalah penjelasan dari filsafat Al-Farabi:

1. Rekonsiliasi Al-Farabi

Al-farabi dikenal sebagai filsof sinkretisme, yaitu filsof yang mempercayai kesatuan filsafat. Hal tersebut terlihat ketika beliau merekonsilisasikan beberapa ajaran filsafat sebelumnya, beberapa ajaran filsafat yang berhasil di rekonsiliasikan yaitu terkait :

  • Plato dan Aristoteles

Al-Farabi menggabungkan kedua ajaran ini yaitu dengan cara memajukan pemikiran masing-masing filosof yang cocok dengan pemikirannya.

  • Agama dan Filsafat

Al-Farabi memiliki pendapat bahwa agama dengan filsafat sebenarnya sama, perbedaannya pada cara memperolehnya. Jika filosof perantaranya adalah akal mustafad, sedangakan agama perantaranya adalah wahyu yang disampaikan oleh nabi-nabi.

2. Ketuhanan 

Pada filsafat Ketuhanan Al-Farabi memadukan filsafat Aristoteles dengan Neo-Platonisme, yaitu Al-Maujud Al-Awwal (wujud pertama) sebagai sebab pertama bagi segala yang ada. Aristoteles mengatakan bahwa Allah tidak mengetahui dan tidak memikirkan alam sehingga Al-Farabi terpengaruh oleh pemikirannya. Al-Farabi mengembangkan pemikiran tersebut dengan mengatakan bahwa Allah tidak mengetahui yang juz’iyyat (partikular).

3. Emanasi 

Emanasi adalah proses pembentukan alam semesta. Al-Farabi berpendapat Allah bukan hanya dinegasikan dalam artian aniah dan mahiah, tetapi lebih dari itu. Allah itu esa hanya timbul satu yaitu akal pertama yang menganduk banyak arti, bukan jumlah melainkan sebab dari pluralitas. Sehingga Allah tidak mungkin berhubungan dengan ketidaksempurnaan.

4. Kenabian

Menurut Al-Farabi, Nabi mempunyai daya imajinasi yang kuat dalam kemampuannya untuk berhubungan dengan Akal Fa’al (Jibril) ia dapat menerima visi dan kebenaran dalam bentuk wahyu.

5. Negara Utama

Maksud dari filosof Al-Farabi ini yaitu pemberdayaan manusia dalam satu negara sesuai degan kemampunnya, dan warga negara harus rela berkorban untuk kepentingan bersama. Negara Utama sebagai satu masyarakat sempurna dalam arti yang sudah lengkap bagian-bagiannya, diibaratkan oleh Al-Farabi sebagai organisme tubuh manusia dengan anggota yang lengkap dan masing-masing harus bekerja sesuai dengan fungsinya. 

6. Jiwa

Menurut Al-Farabi, jiwa manusia mempunyai daya-daya sebagi berikut :

  • Daya Al-Muharrikat (gerak), daya ini untuk makan, memelihara dan berkembang.
  • Daya Al-Mudrikat (mengetahui), daya ini agar bisa merasa dan berimajinasi.
  • Daya Al-Nathiqat (berpikir), daya ini untuk agar dapat berpikir secara teoritis dan praktis.

Daya teoritis (berpikir) dibagi menjadi: 

  • Akal potensial (Al-Hayulany), adalah akal yang baru mempunyai potensi berpikir dalam arti. 
  • Akal aktual (Al-Aql bi Al-Fi’il), adalah akal-akal yang dapat melepaskan arti-arti dari materinya. 
  • Akal Mustafad (Al-Aql Al-Mustafad), adalah yang telah dapat menangkap bentuk.

7. Akal 

Menurut Al-Farabi akal dibagi menjadi 3 yaitu :

  • Allah sebagai akal.
  • Akal-akal pada filsafat emanasi.
  • Akal sebagai daya berpikir dalam jiwa manusia.
Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai